Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Monday, July 4, 2011

Mau tahu 'beras cerdas' dari Jember?

TEMPO Interaktif, Jember - Seorang dosen dan peneliti Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Jember (Unej), Ir. Achmad Subagio, MAgr. Ph.D, berhasil menciptakan beras tiruan dari ubi kayu atau ketela. Dalam waktu dekat, beras tiruan itu akan diujicobakan kepada masyarakat di sejumlah kabupaten di Jawa Timur. "Kami bekerja sama dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Jawa Timur," kata Subagio, Senin, 04 Juli 2011.

Beras tiruan pengganti beras asli itu, kata dia, secara resmi akan diluncurkan kepada publik pada saat peringatan Hari Pangan Sedunia bulan Oktober mendatang. Beras analog (analogue rice/mimetic rice) buatan Bagio itu, diberi nama 'Beras Cerdas'.

Doktor lulusan Osaka Prefecture University-Jepang itu mengungkapkan beras tiruan buatannya itu memiliki 'lima kecerdasan'. Pertama, cerdas dalam bahan baku, beras tiruan itu dibikin dari tepung lokal, berbahan lokal yakni Mocaf dan bahan alami lain yang bisa diperoleh atau ada di daerah di Indonesia, seperti sayuran. Kedua, cerdas dalam proses pembuatan. "Saya jamin, seperti halnya Mocaf, teknologi pembuatannya, simpel, bisa diproduksi massal oleh industri besar dan kecil seperti usaha kecil dan menengah (UKM)," katanya.

Ketiga, cerdas dalam cara memasaknya dan mempersiapkan, artinya produk itu bisa dimasak secara sederhana seperti memasak beras atau mie instan yang cukup menggunakan dengan 'rice cooker' atau panci masak. Keempat, beras itu juga cerdas dalam pemanfaatan kesehatan, dan kelima, cerdas untuk tujuan pembangunan nutrisi, eknomi dan kesejahteraan rakyat.

Untuk dua 'kecerdasan' yang terakhir itu, kata Subagio, terbukti dari hasil penelitian dan percobaannya yang saat ini sudah mencapai 95 persen. "Kita melihat peluang lain, bahwa mocaf jadi beras cerdas, itu ternyata bisa 'dimainkan',"katanya.

Artinya, beras bikinannya itu bisa dikombinasikan dengan bahan lain agar bisa sesuai atau disesuaikan dengan selera, juga kebutuhan konsumsi karbohidrat secara umum dan kebutuhan khusus. Misalnya untuk kebutuhan khusus masayarakat yang rawan gizi atau mengalami gizi buruk, beras tiruan itu ditambah dengan sumber protein, yodium dan zat besi. "Begitu juga untuk penderita kolesterol atau diabetes, autis serta ibu hamil dan menyusui, dengan mudah ditambahkan unsur yang dibutuhkan, dan diambilkan dari bahan lokal juga. "Untuk ibu hamil dan menyusui, misalnya kita tambahkan sayur katu, dan sayuran lain yang banyak mengandung asam folat," katanya memberi contoh.

Soal kandungan dan prosesnya, Subagio kembali meyakinkan bahwa semuanya terjamin higienis, organik alias alami. Karenanya, dia berani menyatakan bahwa beras cerdas itu memiliki kandungan gizi lebih daripada beras. Selain kandungan karbohidrat dari tepung mocaf, juga beras, ditambah bahan-bahan alami lain, yang mengandung protein, antioksidan, vitamin dan mineral. "Jelas begitu (lebih). Apalagi, 25 sampai 30 persen beras cerdas ini bahannya juga dari beras padi,"katanya.

Sejauh ini uji coba secara laborat, mahasiswa dan dosen menyatakan tidak ada masalah dengan cita rasa beras tiruan itu. Cita rasanya khas, tidak ada aroma dan rasa ubi kayu atau ketela. Dan yang penting, mampu mengenyangkan seperti habis mengkonsumsi nasi dari beras.

Saat Tempo mencicipi beras cerdas yang sudah matang, rasanya mirip seperti mengkonsumsi nasi ketan. Terasa sedikit 'lengket' di gigi saat mengunyah. Namun tetap gurih dan terasa hambar seperti makan nasi putih atau nasi jagung tanpa lauk. Ketika uap makanan itu diendus, sama sekali tak tercium aroma ketela atau singkong.

Bentuk 'beras cerdas' itu, sejauh ini diakui memang belum 100 persen sama persis dengan beras dari gabah yang telah digiling atau dikelupas kulitnya. Secara fisik, beras timan itu mirip pelet yang biasa dijadikan pakan ternak atau ikan."Kami sedang menunggu penyelesaian alat yang dibuat rekan dari Universitas Brawijaya, agar bentuknya nanti mirip atau menyamai beras asli,"kata Subagio.

Setelah nanti diproduksi secara massal, berapa harga beras tiruan itu? Dosen dan peneliti senior Fakultas Pertanian Unej itu, menjamin setara dengan harga beras. Setelah menghitung komponen mocaf, beras, dan ongkos produksi, beras cerdas untuk konsumsi umum, katanya, bisa dilepas dengan harga sekitar Rp 6 ribu per kilogram, atau setara dengan beras jenis medium. Namun untuk kebutuhan khusus, bisa lebih dari itu, misalnya untuk penderita autis, dan diabetes," katanya.

Subagio optimistis, gagasan yang akan diwujudkan bersama DKP Jawa Timur itu, akan bisa diproduksi dan diterima masyarakat luas.[Mahbub Djunaidy]


TEMPOInteraktif

Blog Archive