Surabaya (ANTARA News) - Para mahasiswa anggota tim mobil "Sapu Angin" dari Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Surabaya (ITS) meminta Bea Cukai (BC) tidak menahan juara mobil hemat se-Asia itu di pelabuhan.

"Itu (mobil Sapu Angin) bukan mobil komersil, tapi mobil yang justru membawa nama bangsa dalam kompetisi mobil hemat se-Asia di Malaysia pada 7-9 Juli lalu," kata Ketua Tim "Sapu Angin" ITS, Eko Hardianto, Jumat.

Didampingi anggota tim Sapu Angin 3, 4, dan 5, ia menjelaskan tim mobil Sapu Angin sudah tiba di kampus ITS pada Kamis (14/7) pukul 19.00 WIB, sedangkan mobil "Sapu Angin" masih dikirim lewat jalur laut.

"Kapan mobil Sapu Angin akan datang, kami belum tahu, karena itu kami minta kerja sama yang baik dari pihak Bea Cukai untuk tidak menahan mobil kami seperti tahun lalu," katanya.

Tahun lalu, mobil "Sapu Angin 2" yang menjadi juara mobil hemat se-Asia juga ditahan di pelabuhan oleh pihak Bea Cukai selama satu bulan.

"Pihak Bea Cukai meminta tebusan Rp40 juta, padahal mobil itu bukan komersil. Kami sendiri mengeluarkan dana Rp100 juta untuk biaya kirim dan pulang mobil kami," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta Bea Cukai mendukung prestasi mereka, sebab mereka juga sudah menghabiskan biaya besar, yakni biaya pembuatan Rp180 juta untuk tiga mobil dan biaya akomodasi/konsumsi Rp100 juta, serta biaya kirim/pulang mobil Rp100 juta.

"Masak, kami harus membayar lagi, padahal kami tidak punya biaya itu. Kami memang mendapatkan hadiah uang, tapi hadiah yang kami terima hanya sekitar Rp18 juta, tentu sangat kurang untuk bea masuk," katanya.

Mobil "Sapu Angin 4" mengumpulkan nilai efisiensi 150 kmpl (kilometer per liter) dalam ajang "Shell Eco-Marathon" (SEM) Asia di Sirkuit Internasional Sepang, Malaysia, 7-9 Juli.

Tim Sapu Angin 4 mengalahkan tujuh tim lainnya yang bersaing di kelas "Urban Concept Internal Combustion" dan kelas "Alternative Diesel Fuel."

Pada kelas bahan bakar itu, Sapu Angin 4 menggunakan bahan bakar FAME (Fatty Acid Methyl Ester) alias biodiesel (ramah lingkungan).

Untuk kategori yang sama, tim ITS melalui mobil "Sapu Angin 3" juga meraih posisi ketiga dengan nilai efisiensi 113 kmpl, sedangkan posisi kedua diraih ITB dengan 117 kmpl atau hanya selisih 5 kmpl dengan Sapu Angin 3 dari ITS.

Pada kategori itu (urban concept dan alternative diesel fuel), tim ITS menjadi juara bertahan, karena tahun lalu menempatkan Sapu Angin 2 sebagai mobil paling irit (hemat).

Selain itu, Sapu Angin 5 masuk urutan 8 Asia untuk kelas "prototipe" (purwarupa) berbahan bakar bensin, karena tim dari Thailand lebih unggul dalam kategori prototipe dengan meraih juara pertama.

Namun, Sapu Angin 5 tergolong nomer satu untuk tim dari universitas lain di Indonesia yang bertanding dalam kategori itu yakni Sapu Angin 5 bernilai efisiensi 353 kmpl, sedangkan ITB bernilai 244 kmpl.

Tahun 2011, ITS menurunkan tiga mobil yakni Sapu Angin 3, 4, dan 5. Sapu Angin 3 bermesin diesel 200 cc, Sapu Angin 4 bermesin 100 cc, dan Sapu Angin 5 yang semuanya bermesin 90 cc empat langkah.

Mesin Sapu Angin itu buatan sendiri arek-arek ITS dengan nama Paijo-Experiment (PEX) 90 dan menggunakan sistem kontrol buatan sendiri bernama IQUTECH-E alias "iki utekke" (ini otaknya).

"Selain 100 persen mesin buatan ITS, keunggulan Sapu Angin ada pada kerangka mobil dan tubuh yang ringan, tapi didukung `driver` yang mahir mencermati perubahan cuaca dan kondisi pertandingan," katanya.

SEM merupakan ajang inovasi, imajinasi, dan kreasi menciptakan kendaraan masa depan yang hemat energi, menempuh jarak terjauh, dan ramah lingkungan. Tahun 2011, ada 120 tim/mobil yang mendaftar dan hanya 100 tim/mobil yang berhak bertanding di sirkuit.(E011/S019)


ANTARAnews