Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Thursday, August 4, 2011

Bahan Semen dari Lumpur Lapindo

TEMPO Interaktif, Surabaya - Lumpur hitam kecokelatan itu telah mengubah wajah Porong. Kawasan permukiman padat dan persawahan di Sidoarjo itu berubah menjadi sebuah kolam besar seluas 680 hektare berisi belasan juta meter kubik lumpur.

Bagi kebanyakan orang, lumpur yang menyembur dari kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas itu adalah sumber petaka. Namun pakar fisika zat mampat dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Prof Dr Darminto, Msc, menemukan lumpur hitam itu mengandung silika (SiO2) dalam kadar yang sangat tinggi. Zat tersebut berpotensi besar untuk dimanfaatkan sebagai campuran bahan pembuat semen.

“Zat silika yang terkandung bisa mencapai 60-70 persen,” kata Darminto kepada Tempo di ruang kerjanya di Jurusan Fisika ITS Gedung F lantai 2, akhir Juli lalu.

Darminto, yang baru saja dikukuhkan menjadi guru besar pada 13 Juli 2011, menjelaskan, dengan kandungan silika sebesar itu, lumpur Lapindo setidaknya bisa dijadikan bahan alternatif pengganti pasir silika yang biasa digunakan sebagai bahan campuran semen.

Semen komersial apa pun mereknya, kata guru besar ketujuh di Jurusan Fisika ITS ini, tersusun dari tiga material utama, yaitu batu kapur dan lempung yang dicampur dengan pasir silika, yang biasanya diambil dari pasir putih, dan diolah dengan zat aditif lainnya.

Dengan temuan ini, pasir silika yang sekarang mulai sulit diperoleh bisa diganti dengan lumpur Lapindo. Apalagi kandungan silika, atau silikon dioksida, dalam lumpur kehitaman itu hampir sama dengan apa yang terkandung pada pasir silika.

Semen komersial umumnya dibuat dengan menggunakan campuran pasir silika. Campuran batu kapur, pasir, aluminium, dan silika diproses menjadi klinker (butiran semen kasar), lantas dipanaskan hingga 1.200 derajat Celsius hingga menjadi semen halus dengan kandungan senyawa semen (larnit) 61 persen.

Bila pasir silika diganti dengan lumpur Lapindo, semen yang dihasilkan mengandung senyawa semen (larnit) 59 persen. “Hampir sama, selisih 2 persen saya kira sangat kecil,” katanya.

Jika proses pemanasan dilakukan pada temperatur 1.400 derajat Celsius, batas maksimal pemanasan semen, kandungan larnit semen akan sama, baik yang menggunakan pasir silika maupun lumpur. "Nyaris tidak ada perbedaan antara yang menggunakan pasir silika dan yang menggunakan lumpur Lapindo," kata Darminto.

Meski demikian, untuk menjadikan lumpur Lapindo sebagai bahan campuran semen dengan skala produksi besar, diperlukan proses penelitian lebih lanjut. "Penelitian ini masih skala lab. Kalau untuk produksi, harus dilakukan penelitian lebih lanjut," ia menambahkan. "Tidak bisa sekadar dikalikan secara sederhana untuk mencari komposisi yang tepat."

Lumpur Lapindo mengandung zat garam yang cukup tinggi sehingga harus diperhitungkan apakah zat garam ini dapat merusak mesin pembuat semen bila kelak lumpur akan dimanfaatkan untuk pembuatan semen skala besar.

Selain sebagai campuran bahan pembuat semen Portland, lumpur Lapindo sebenarnya dapat langsung dipakai untuk mengurangi penggunaan semen dalam konstruksi bangunan. Darminto mencontohkan, paving block yang dibuat dengan menggunakan campuran lumpur Lapindo ternyata memiliki kekuatan dua kali lipat daripada paving block biasa.

Proses pembuatan paving block ini dilakukan ketika ITS bekerja sama dengan Balai Teknik Permukiman Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Dengan mengganti 60 persen kebutuhan semen, ternyata paving block yang dihasilkan lebih kuat ketimbang yang tanpa menggunakan campuran lumpur. Misalnya, pembuatan satu buah paving block memerlukan satu kilogram semen. Sedangkan dengan menggunakan lumpur, semen bisa dikurangi dengan komposisi 600 miligram lumpur dan 300 miligram semen.[FATKHURROHMAN TAUFIQ]


TEMPOInteraktif

Blog Archive