Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Thursday, June 9, 2011

Mobile Broadband Potensial Sumbang 1,68 PDB Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Bisnis mobile broadband di Indonesia akan terus berkembang di Indonesia. Kemajuan pengguna internet di Indonesia diyakini mampu mendorong pendapatan ekonomi. Lembaga riset Frost and Sullivan memprediksi, bisnis layanan broadband nirkabel dan sektor industri Indonesia yang terkait memiliki potensi untuk menghasilkan 9 miliar dollar AS atau sekitar 1,68 persen dari Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2015.

Menurut riset Frost & Sullivan, dengan turunnya harga ponsel dan meningkatnya jumlah pengembang aplikasi, mobile broadband akan menjadi model yang dominan untuk akses broadband di pasar negara berkembang, salah satunya seperti Indonesia.

Jayesh Easwaramony, Vice President ICT Practice Frost & Sullivan Asia Pacific mengatakan dalam rilisnya, saat ini Indonesia menjadi pasar nirkabel urutan ketiga terbesar setelah China dan India di Asia Pasifik.

Sepanjang 2010, Frost & Sullivan menghitung Indonesia memiliki 194,4 juta pelanggan nirkabel dengan tingkat penetrasi mencapai 80,9 persen. Di 2007, pelanggan nirkabel baru mencapai 103,6 juta dengan tingkat penetrasi sebesar 44,2 persen.

Penetrasi wireline

Sementara itu, dalam hal penetrasi wire line broadband Indonesia menduduki peringkat kedua terendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik.

Pada tahun 2010 penetrasi wire line broadband di Indonesia hanya mencapai 2,3 persen dari total populasi yang ada. Namun penetrasi wire line broadband diperkirakan akan mencapai sekitar 23 persen pada 2015.

"Penetrasi wireline broadband diperkirakan akan tumbuh seiring dengan semakin matangnya layanan 3G yang mulai diperkenalkan pada tahun 2006. Penetapan harga layanan 3G yang kompetitif, sebagai akibat dari perang tarif and promosi ponsel pintar belakangan ini, diharapkan akan mendorong tingginya pertumbuhan tersebut," papar Jayesh.

Eugene van de Weerd, Country Director Frost and Sullivan Indonesia menambahkan, bahwa tantangan dari operator telekomunikasi dalam hal pelayanan data yakni menemukan optimum bisnis model dalam memasarkan layanan data bersama dengan layanan tradisional (voice & SMS).

Di satu sisi penambahan belanja modal untuk pengembangan infrastruktur data cukup tinggi dan di sisi lainnya penambahan pendapatan dari layanan data ini masih kecil.

Hal ini, secara umum, disebabkan oleh model bisnis data yang secara umum masih tak berbayar artinya kita menawarkan aplikasi atau konten secara gratis untuk kemudian pelanggan hanya membayar jika perlu penambahan fitur dan konten lainnya. "Dari sisi tarif, pasar Indonesia juga cukup sensitif terhadap harga," jelas Eugene.(Kontan/Evilin Falanta)


KOMPAS

Blog Archive